Selasa, 15 Maret 2011

Menyuap Untuk Naik Pangkat (PNS)

Ikhwan

Pertanyaan:

Assalamu‘alaikum warohmatullah wabarokatuh. Saya seorang PNS. Dalam PNS ada peraturan bahwa kenaikan pangkat reguler adalah 4 tahun sekali. Ketika sudah 4 tahun seorang PNS tersebut mengajukan surat permohonan kenaikan pangkat sesuai peraturan yang ada. Namun oleh birokrasi tidak diproses yang dikarenakan hal umum yakni tidak diberi uang. Jika tidak dikasih uang, tidak mungkin SK kenaikan pangkat/golongan tersebut diproses (ada pengalaman sebelumnya). Apakah jika PNS tersebut memberi uang kepada pegawai yang memproses SK tersebut dikatakan menyuap, padahal SK kenaikan pangkat tersebut memang sudah menjadi hak PNS tersebut yang maaf menurut saya hak tersebut telah dirampas oleh pegawai birokrasi tersebut. Mohon penjelasan. Terimakasih.
Jawaban:
Assalamu‘alaikum Wr. Wb. Sebelum menjelaskan permasalah yang saudara tanyakan perlu diketahua apa yang dimaksud suap oleh para ulama Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. (al-Misbah al-Munir – al Fayumi, al-Muhalla –Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah berikut ini: Yang Artinya: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42).

Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT “Sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188) Dalam sebuah hadits yang artinya: “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum” (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi) Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).

Jadi dalam kasus yang saudara tanyakan dibolehkan penyuapan (kalau tidak ada jalan lain) untuk menuntut hak saudara Wallahu a‘lam bis-shawab. Waassalamu ‘alaikum Wr.
Wb.
sumber syariahonline

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com